ILMU BUDAYA
DASAR
MANUSIA DAN
KEBUDAYAAN
FITRIYANA
13213562
1EA19
Pengantar
Manusia
dalam hidup kesehariannya tidak akan lepas dari kebudayaan, karena
manusia
adalah pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup karena
adanya
kebudayaan, sementara itu kebudayaan akan terus hidup dan berkembang
manakala
manusia mau melestarikan kebudayaan dan bukan merusaknya. Dengan
demikian
manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena
dalam
kehidupannya tak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan,
setiap
hari manusia melihat dan menggunakan kebudayaan, bahkan kadangkala
disadari
atau tidak manusia merusak kebudayaan.
Hubungan
yang erat antara manusia (terutama masyarakat) dan kebudayaan lebih
jauh
telah diungkapkan oleh Herkovits dan Malinowski, yang mengemukakan bahwa
cultural
determinism berarti segala sesuatu yang terdapat di
dalam masyarakat
ditentukan
adanya oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu. (Soemardjan,
1964).
Kemudian Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
superorganic,
karena kebudayaan yang berturun-temurun dari generasi ke generasi
tetap
hidup. Walaupun manusia yang menjadi anggota masyarakatnya sudah berganti
karena
kelahiran dan kematian.
Lebih
jauh dapat dilihat dari defenisi yang dikemukakan oleh Tylor (1971) dalam
bukunya
Primitive culture: kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain
kemampuan-kemampuan
serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai
anggota masyarakat. Dengan lain perkataan, kebudayaan mencakup
kesemuanya
yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola
perilaku
yang normative. Oleh karena itu manusia yang mempelajari kebudayaan dari
masyarakat,
bisa membangun kebudayaan (konstruktif) dan bisa juga merusaknya
(destruktif)
1. Manusia
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari
segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara
biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang
berarti “manusia yang tahu”), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang
dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan
menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam
hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka
juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan,
mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam
masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan
kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain
serta pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling utama adalah
berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang
baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai
putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai
putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai
dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan
(orang) tua.
Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang
lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung;
tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ,
warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga
dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman;
musuh) dan lain sebagainya.
2. Hakekat Manusia
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
- Makhluk yang memiliki tenga dalam yang dapat
menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
- Individu yang memiliki sifat rasional yang
bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
- yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang
positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan
nasibnya.
- Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan
terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
- Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan
dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain
dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
- Suatu keberadaan yang berpotensi yang
perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
- Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang
mengandung kemungkinan baik dan jahat.
- Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan
turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan
martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
3. Kepribadian Bangsa Timur
Kepribadian Bangsa Timur merupakan suatu karakter yang
mencerminkan masyarakat yang menganut budaya dari Timur (Asia & Timur-Tengah),
yang menunjukkan ke-khasan dan pola pikir dan kebiasaan yang terdapat di daerah
Timur. Kepribadian bangsa timur pada umumnya merupakan kepribadian yang
mempunyai sifat tepo seliro atau memiliki sifat toleransi yang
tinggi. Dalam berdemokrasi bangsa timur umumnya aktif dalam mengutarakan
aspirasi rakyat. Seperti di negara Korea, dalam berdemokrasi mereka duduk
sambil memegang poster protes dan di negara Thailand, mereka berdemokrasi
dengan tertib dan damai.
Kepribadian bangsa timur juga identik dengan tutur
kata yang lemah lembut dan sopan dalam bergaul maupun dalam berpakaian.
Terdapat ciri khas dalam berbagai negara yang mencerminkan negara tersebut
memiliki suatu kepribadian yang unik. Misalnya masyarakat Indonesia khususnya
daerah Jawa. Sebagian besar mereka bertutur kata dengan lembut dan sopan. Dan
terdapat beberapa aturan atau larangan yang tidak boleh dilakukan menurut versi
orang dulu yang sebenarnya menurut orang Jawa itu suatu nasihat yang membangun.
Misalnya tidak boleh duduk di depan pintu. Hal tersebut merupakan ciri khas
kepribadian yang unik.
Bangsa timur juga memiliki kebudayaan yang masih
kental dari negara atau daerah masing-masing. Masih ada adat-adat atau upacara
tertentu yang masih dilaksanakan oleh bangsa timur. Misalnya bangsa Indonesia
masih banyak yang melaksanakan upacara-upacara adat dan tarian khas dari
masing-masing daerah. Contohnya daerah Bali yang masih melaksanakan tarian khas
daerahnya yaitu tarian pendet, kecak, tarian barong.
4. Unsur-unsur Kebudayaan
suatu kebudayaan tidak akan pernah ada tanpa adanya
beberapa sistem yang mendukung terbentuknya suatu kebudayaan, sistem ini
kemudian disebut sebagai unsur yang membentuk sebuah budaya, mulai dari bahasa,
pengetahuan, tekhnologi dan lain lain. semua itu adalah faktor penting yang
harus dimiliki oleh setiap kebudayaan untuk menunjukkan eksistensi mereka.
- Bahasa : yaitu suatu sistem perlambangan yang
secara arbitrel dibentuk atas unsur – unsur bunyi ucapan manusia yang
digunakan sebagai gagasan sarana interaksi
- Sistem pengetahuan : yaitu semua hal yang
diketahui manusia dalam suatu kebudayaan mengenai lingkungan alam maupun
sosialnya menurut azas – azas susunan tertentu
- Organisasi sosial : yaitu keseluruhan sistem yang
mengatur semua aspek kehidupan masyarakat dan merupakan salah satu dari
unsur kebudayaan universal
- Sistem peralatan hidup dan tekhnologi : yaitu
rangkaian konsep serta aktivitas mengenai pengadaan, pemeliharaan, dan
penggunaan sarana hidup manusia dalam kebudayaannya
- Sistem mata pencarian hidup : yaitu rangkaian
aktivitas masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam
konteks kebudayaan
- Kesenian : yaitu suatu sistem keindahan yang
didapatkan dari hasil kebudayaan serta memiliki nilai dan makna yang
mendukung eksistensi kebudayaan tersebut
- Sistem religi : yaitu rangkaian keyakinan
mengenai alam gaib, aktivitas upacaranya serta sarana yang berfungsi
melaksanakan komunikasi manusia dengan kekuatan alam gaib
5. Orientasi Kebudayaan
Marilah kita menyadari, kebudayaan
bukanlah kreasionisme. Kebudayaan melakukan banyak penyimpangan dari desain
besar yang ingin mengendalikannya. Sudah saatnya menganggap selesai perdebatan
tentang orientasi utama dan bentuk terakhir kebudayaan Indonesia. Setiap orang
secara potensial adalah pencipta kebudayaan (NIRWAN DEWANTO, Senjakala
Kebudayaan, Yayasan Bentang Budaya 1996)
Dari pernyataan tersebut di atas, sesungguhnya kita
sedang digugah untuk menyadari bahwa desain besar kebudayaan kita sedang dalam
kondisi kritis. Sebagai contoh, kebudayaan tradisional yang agung (High
Culture) telah terkalahkan oleh budaya modern (Dinamice Culture) yang didukung
oleh sains dan teknologi. Kebudayaan yang mendunia (baca globalisasi) sekarang
pun terbukti mengalami krisis karena telah gagal mensejahterakan masyarakat
secara umum. Kebudayaan modern, meskipun telah banyak kemajuan di bidang sains
dan teknologi, namun secara ekonomi hanya menguntungkan pihak tertentu saja,
dalam hal ini kapitalislah yang diuntungkan sebagai produsen dan pemilik sumber
kebudayaan modern yang cenderung mempengaruhi dan mengusai kebudayaan dunia.
Maka menjadi wajar kebudayaan modern melahirkan
kebudayaan destrukrif misalnya berupa demonstrasi, bahkan anarkis menjadi
bagian kebudayaan orang-orang yang merasa dirugikan (contoh : demo buruh dan
karyawan menuntut perbaikan upah untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraannya).
Kesejahteraan buruh sangat ditentukan oleh kepemilikan kapital (kebudayaan
materialisme). Maka peran pemerintah sebagai penentu kebudayaan yang seharusnya
mensejahterakan rakyat menjadi bergeser sebagai penjaga keamanan,
ujung-ujungnya demi capital juga pemerintah melakukan represi dan penindasan
kepada rakyat yang tidak menguntungkan kebijakannya. Pemerintah menjadi agen
bagi pemilik modal raksasa (baca: ekonomi sebagai panglima), misalnya dalam kasus
Freeport dan masyarakat Timika yang terbelakang pendidikannya.
Pendidikan Pasar
Paradigma kebudayaan modern telah menjadikan dunia
spiritual termasuk seni dan agama cukup sebagai komoditi yang perlu
diperhitungkan dengan nilai harga jualnya. Pendidikan mahal menjadi keniscayaan
karena kebutuhan sarana dan prasarana menjadi penting, termasuk pula teknologi
pendidikan menjadi ukuran kualitas lembaga pendidikan yang mendunia.
Keberhasilan transformasi ilmu guru kepada murid juga diukur dari penguasaan
peralatan mengajar yang digunakan gurunya.
”Globalisaasi”, Dulu notebook bermakna buku sekarang
bermakna laptop, artinya teknologi telah mampu merubah makna kata dari
pemahaman konsumennya. Pemahaman konsumen ternyata mudah dibentuk oleh produsen
atau bahasa lokal telah dikalahkan oleh bahasa global. Dalam konteks
kebudayaan, bahasa Indonesia telah tercerabut dari akarnya dan selanjutnya
image kepada guru yang tidak menguasai teknologi dianggap ketinggalan, atau
mungkin diragukan kemampuan mengajarnya. Maka sekolah atau lembaga pendidikan
harus mengeluarkan biaya ekstra untuk melatih guru-guru menggunakan teknologi
modern.yang belum tentu bisa, karena tidak memiliki perangkat sendiri yang
mahal harganya. Apalagi guru-guru “tradisi” seperti Umar Bakri (simak lagu ciptaan
Iwan Fals). Mungkin lebih tepat guru-guru melagukan Song theme “Hous For Sale”
By Bule.
Kebudayaan Alternatif
Namun untuk kembali ke tradisi sudah tidak mungkin
lagi, kecuali mencari pijakan kebudayaan pendidikan baru yang dinamis namun
tidak bergantung pada biaya tinggi. Pembelian produk teknologi yang berkembang
cepat dan menuntut konsumen untuk terus mengikuti, tentu saja berat kecuali
Indonesia menjadi negara produsen teknologi tinggi. Untuk ini kita tidak bisa
percaya pada ramalan para ahli globalisasi. Di dalam zaman kita ini, kenyataan
bukanlah hal yang mudah ditangkap. Kenyataan adalah fragmentasi dari kebudayaan
yang telah terbelah-belah oleh kekuatan ekonomi (mass culture). Dalam hal ini,
selera pasar menjadi penting untuk diperhitungkan lagi. Kesejahteraan guru
haruslah dilihat sebanding dan sejajar dengan pendapatan selebrities.Tujuan
kebudayaan tak lain untuk kemajuan dan kesejahteraan hidup manusia di mana saja
dan sebagai apa saja. (Surat kepercayaan gelanggang 1960: Kami adalah pewaris
sah kebudayaan dunia).
Sejuta Milyar Satuan
Kawan, peran apa yang kau berikan untuk mengisi
kemerdeekaan ini?
Pernyataan puitis tersebut di atas, mempertegas bahwa
posisi kebudayaan sesungguhnya berada pada diri kita masing-masing sebagai
pelaku (seleksi terhadap pengaruh asing dalam lingkup “kebudayaan”). Kebudayaan
saling-silang (baca kebudayaan tarik-ulur) lalu melahirkan kebudayaan
post-modern yang muncul dan kemudian dianggap gagal karena merancukan keyakinan
beragama bagi masyarakat (umat) penganutnya. Oleh karena itu, sebagai jawaban
kita pasti bersepakat dengan Islam, misalnya ayat 136 surat Al Baqarah yang
jelas menyatakan:
Katakanlah :”Kami beriman kepada Allah dan kepada apa
yang diturunkan kepada kami Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya (kami beriman)
kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan kepada apa yang diberikan
kepada para nabi dari tuhanNya. Kami tiada membeda-bedakan satu dari lainnya
dari antara mereka dan kami menyerahkan diri kepada Allah”.
6. Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman (dalam Koentjaraningrat, 1986),
wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
- Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan
adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai ,
norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak ; tidak dapat
diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala
atau di alam pemikiran warga masyarakat . Jika masyarakat tersebut
menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut.
- Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud
kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi ,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang ber- dasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret , terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
- Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan
fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia
dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan.
Pada kenyataannya, kehidupan bermasyarakat, antara
wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang
lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada
tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia. Berdasarkan wujudnya
tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama, yaitu
kebudayaan material dan kebudayaan non- material. Kebudayaan material mengacu
pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan
material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian
arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan
material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan
nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke
generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian
tradisional.
7. Perubahan Kebudayaan
Pengertian perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan
dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur
kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi
fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
Masuknya mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya
beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti teknik menumbuk padi
dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik penggilingan padi. Peranan
buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa
unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan
keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian
yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan
dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan
berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat
perubahan kebudayaan yaitu:
Mendorong perubahan kebudayaan
- Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki
potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi (
kebudayaan material).
- Adanya individu-individu yang mudah menerima
unsure-unsur perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.
- Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam
yang mudah berubah.
Menghambat perubahan kebudayaan
- Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki
potensi sukar berubah seperti :adat istiadat dan keyakinan agama (
kebudayaan non material)
- Adanya individu-individu yang sukar menerima
unsure-unsur perubahan terutama generasi tu yang kolot.
- Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan kebudayaan :
Faktor intern
Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung
terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor
kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi
persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
Konflik social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum
pendatang dengan penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya
pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan
bersama-sama para transmigran.
Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi
perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan
dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus
beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi
proses asimilasi maupun akulturasi.
- Perubahan lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya
pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi
atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat
mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya
adaptasi dengan lingkungan setempat.
Faktor ekstern
Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur
denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai
persinggahan pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga
memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah
perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari India atau
budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia
demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama
Kristen dan kolonialisme.
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya
menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut
ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
8. Kaitan Manusia dan Kebudayaan
Hubungan Manusia dan Kebudayaan
Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang sangat
erat berkaitan satu sama lain. Manusia di alam dunia inimemegang peranan yang
unik, dan dapat dipandang dari berbagai segi. Dalam ilmu sosial manusia
merupakan makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan
setiap kegiatan sering disebut homo economicus (ilmu ekonomi). Manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri (sosialofi), Makhluk
yang selalu ingin mempunyai kekuasaan (politik), makhluk yan g berbudaya dan
lain sebagainya.
Contoh Hubungan Manusia dan
Kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara manusia dan
kebudayaan adalah : manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan
merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana itu
hubungan keduanya ?
Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai
dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan
satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu tercipta
maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dcngannya. Tampak baliwa
keduanya akhimya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat
kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan –
peraturan kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh
manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams patuh
kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu
merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu
kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang
membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia,
dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan
M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat,
oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada
kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal
muncul manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya hams
menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan
dengan lebih cermat.
Pengertian Dialektis
Dialektika disini berasal dari dialog komunikasi
sehari-hari. Ada pendapat dilontarkan ke hadapan publik. Kemudian muncul
tentangan terhadap pendapat tersebut. Kedua posisi yang saling bertentangan ini
didamaikan dengan sebuah pendapat yang lebih lengkap. Dari fenomen dialog ini
dapat dilihat tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis. Tesis disini
dimaksudkan sebagai pendapat awal tersebut. Antitesis yakni lawan atau
oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan pendamaian dari keduanya baik tesis
dan antitesis. Dalam sintesis ini terjadi peniadaan dan pembatalan baik itu
tesis dan antitesis. Keduanya menjadi tidak berlaku lagi. Dapat dikatakan pula,
kedua hal tersebut disimpan dan diangkat ke taraf yang lebih tinggi. Tentunya
kebenaran baik dalam tesis dan antitesis masih dipertahankan. Dalam kacamata Hegel,
proses ini disebut sebagai aufgehoben.
Bentuk triadik dari dialektika Hegel yakni
tesis-antitesis-sintesis berangkat dari pemikir-pemikir sebelum Hegel. Antinomi
Kantian akan numena dan fenomena menimbulkan oposisi yang tidak
terselesaikan[1]. Kemudian Fichte dengan metode ”Teori Pengetahuan”-nya tetap
memunculkan pertentangan walaupun sudah melampaui sedikit apa yang dijabarkan
oleh Kant.
Dialektika sendiri sudah dikenal dalam pemikiran
Fichte. Bagi Fichte, seluruh isi dunia adalah sama dengan isi kesadaran.
Seluruh dunia itu diturunkan dari suatu asas yang tertinggi dengan cara sebagai
berikut: ”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis), yang mengakibatkan adanya ”non-Aku”
yang menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah antitesis. Kemudian sintesisnya adalah
keduanya tidak lagi saling mengucilkan, artinya: kebenaran keduanya itu
dibatasi, atau berlakunya keduanya itu dibatasi. ”Aku” menempatkan ”non-Aku
yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan ”Aku yang dapat dibagi-bagi”.
Dalam sistem filsafatnya, Hegel menyempurnakan Fichte.
Hegel memperdalam pengertian sintesis. Di dalam sintesis baik tesis
maupun antitesis bukan dibatasi (seperti pandangan Fichte), melainkan
aufgehoben. Kata Jerman ini mengandung tiga arti, yaitu: a) mengesampingkan, b)
merawat, menyimpan, jadi tidak ditiadakan, melainkan dirawat dalam suatu
kesatuan yang lebih tinggi dan dipelihara, c) ditempatkan pada dataran yang
lebih tinggi, dimana keduanya (tesis dan antitesis) tidak lagi berfungsi
sebagai lawan yang saling mengucilkan. Tesis mengandung di dalam dirinya unsur
positif dan negatif. Hanya saja di dalam tesis unsur positif ini lebih besar.
Sebaliknya, antitesis memiliki unsur negatif yang lebih besar. Dalam
sintesislah kedua unsur yang dimiliki tesis dan antitesis disatukan menjadi
sebuah kesatuan yang lebih tinggi.
Dialektika juga dimaksudkan sebagai cara berpikir
untuk memperoleh penyatuan (sintesis) dari dua hal yang saling bertentangan
(tesis versus antitesis). Dengan term aufgehoben, konsep ”ada” (tesis) dan
konsep ”tidak ada” (antitesis) mendapatkan bentuk penyatuannya dalam konsep
”menjadi” (sintesis)[2]. Di dalam konsep ”menjadi”, terdapat konsep ”ada” dan
”tidak ada” sehingga konsep ”ada” atau ”tidak ada” dinyatakan batal atau
ditiadakan.
Dialektika menjadi sebuah perkembangan Yang Absolut untuk
bertemu dengan dirinya sendiri. Ide yang Absolut merupakan hasil perkembangan.
Konsep-konsep dan ide-ide bukanlah bayangan yang kaku melainkan mengalir.
Metode dialektika menjadi sebuah gerak untuk menciptakan kebaruan dan
perlawanan. Dengan tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis setiap
ide-ide, konsep-konsep (tesis) berubah menjadi lawannya (antitesis).
Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu tingkat yang lebih tinggi dan
menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis) kemudian menjadi tesis yang
menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi. Proses gerak yang dinamis ini
sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas dari gejala-gejala. Itulah Yang
Absolut yang disebut Roh dalam filsafat Hegel.
Bagi Hegel, unsur pertentangan (antitesis) tidak muncul
setelah kita merefleksikannya tetapi pertentangan tersebut sudah ada dalam
perkara itu sendiri. Tiap tesis sudah memuat antitesis di dalamnya. Antitesis
terdapat di dalam tesis itu sendiri karena keduanya merupakan ide yang
berhubungan dengan hal yang lebih tinggi. Keduanya diangkat dan ditiadakan
(aufgehoben) dalam sintesis.
Kenyataan menjadi dua unsur bertentangan namun
muncul serentak. Hal ini tidak dapat diterima oleh Verstandyang bekerja
berdasakan skema-skema yang ada dalam menangani hal-hal yang khusus.
Vernunft-lah yang dapat memahami hal ini. Vernunft melihat realitas dalam
totalitasnya dan sanggup membuat sintesis dari hal-hal yang bertentangan.
Identifikasi sebagai realitas total menjadi cara kerja Vernunft yang mengikuti
prinsip dialektika.
Secara umum dapat kita lihat bahwa dialektika Hegel
memiliki tiga aspek yang perlu diperhatikan[3]. Pertama, sistem dialektika ini
berbentuk tripleks atau triadik. Kedua, dialektika ini bersifat ontologis
sebagai sebuah konsep. Aplikasinya adalah terhadap benda dan benduk dari ada
dan tidak sebatas pada konsep. Ketiga, dialektika Hegel memiliki tujuan akhir
(telos) di dalam konsep abstrak yang disebut Hegel sebagai Idea atau Idea
Absolut dan konkretnya pada Roh Absolut atau Roh (Spirit, Geist).
Terdapat tiga elemen esensial akan dialektika
Hegel[4]. Pertama, berpikir itu memikirkan dalam dirinya untuk dan oleh dirinya
sendiri. Kedua, dialektika merupakan hasil berpikir terus menerus akan
kontradiksi. Ketiga, kesatuan kepastian akan kontradiksi tersublimasi di dalam
kesatuan. Itulah kodrat akan dirinya dialektika itu sendiri.
3 tahap proses dialektis
Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu
:
- Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia
mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi
ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
- Obyektivasi, yaitu proses dimana masyarakat
menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari
manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan
segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk perilaku
manusia.
- Intemalisasi, yaitu proses dimana masyarakat
disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali
masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan .baik, sehingga manusia
menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
sumber :